Cerpen Wawan Susetya : Kiai Yazid dan Si Anjing Hitam

Syahdan, pada zaman dahulu, ada seorang kiai besar yang sangat dihormati. Orang-orang di sekitarnya memanggi Kiai Yazid --lengkapnya Kiai Abu Yazid al-Bustami. Santrinya banyak. Mereka belajar di bawah bimbingan Sang Guru. Mereka datang dari berbagai penjuru dunia; ada yang dari Irak, Iran, Arab, Tanah Gujarat, Negeri Pasai dan sebagainya. Mereka setia dan tunduk patuh atas semua naSihat dan bimbingan Sang Mursyid.

Cerpen: Aris Kurniawan : Kakek Marijan

Got meluap. Bangkai tikus sebesar kucing digiring air busuk kehitaman. Tersumbat kental. Maghrib. Deretan gubuk mirip kandang babi. Senyap. Sesekali terdengar kecipak langkah di atas air. Suara tawa sayup orang-orang merubung siaran acara lawak di televisi. Gubuk di ujung gang, dengan remang cahaya listrik 5 watt, Kakek Marijan terengah. Matanya nanar menatap Narto, cucunya, membeku dengan muka membiru tengkurap di sisi bak.

Puisi: KH.Mustafa Bisri : Rasanya Baru Kemarin...

Rasanya

Baru kemarin



Bung Karno dan Bung Hatta

Atas nama kita menyiarkan dengan seksama

Kemerdekaan kita di hadapan dunia.

Cerpen M. Arman AZ : Sepasang Sepatu di Depan Pintu

Jangan anggap aku anak rajin kalau sering berangkat ke sekolah pagi-pagi. Apalagi menganggapku pintar, itu salah besar. Sesungguhnya aku bodoh, berotak bebal. Tiap tahun, lima ranking paling buncit di kelas, salah satunya pasti milikku. Jadi, kalau pun naik kelas, kupikir karena nasib baik saja.

Cerpen Ratna Indrawari Ibrahim : Lamaran Dewi Anggraeni

Ande-Ande Lumut. Temuruno ono putri kang unggah-ungahi. Putrine�

Adik raja meletakkan sebilah keris di tempat ini. "Anggraeni, engkau tahu aku diberi tugas untuk membunuhmu agar Jenggala dan Daha bisa bersatu padu. Cinta Nak Mas Panji Semirang terhadapmu membuatnya lalai menikahi Sekartaji. Padahal, itu bukan sekadar pernikahan antara putra raja. Tapi perkawinan itulah yang akan mempersatukan Jenggala dan Daha yang selama ini terpisah, padahal mereka kakak beradik. Sebagai rakyat kau tahu kita harus berbakti dan taat kepada raja dan negeri ini. Kita tidak ingin dianggap penghianat, kan? Apalagi, engkau anak seorang patih."

Cerpen Zoya Herawati : Sepasang Sepatu

Suatu hari di bulan Agustus, seseorang mengirimi aku sepasang sepatu, tepat ketika aku tengah membutuhkannya. Kukatakan demikian karena sepatu milikku yang beberapa minggu sebelumnya kubeli dari sebuah butik mahal, bagian uppernya sudah mulai retak-retak, mengenaskan.